TEMPO.CO, Jakarta - Eneng (bukan nama sebenarnya) berjalan berlahan menuju Puskesmas sebuah desa di Kecamatan Cigombong, Jawa Barat. Perempuan paruh baya itu menggendong erat seorang bayi. Di belakangnya, seorang remaja mengikuti. Remaja itu adalah Dini (bukan nama sebenarnya), 16, anak pertama Eneng. Dan bayi di gendongan Eneng adalah anak Din yang jadi korban perkawinan anak dua tahun lalu.
Bayi itu merupakan buah perkawinan Dini dengan Deden (bukan nama sebenarnya), suami yang kini telah menceraikannya. Dini menikah siri dengan laki-laki yang usianya terpaut hampir 10 tahun itu ketika masih kelas dua SMP.
Pernikahan ini berjalan baik-baik saja di bulan-bulan pertama. Suami Dini yang tinggal di rumah orang tuanya di kampung tetangga, masih sering mengunjungi. Tapi lama kelamaan kunjungan itu semakin jarang. Pertengkaran pun sering muncul hingga akhirnya mereka bercerai ketika sang anak berusia dua bulan.
“Sekarang nyesal. Saya sudah nggak sekolah, padahal dulu saya pengin jadi guru,” kata Dini ketika ditemui Senin, 18 November 2019.
Sambil memain-mainkan tangannya, Dini bercerita bahwa dia pernah berpikir ingin melanjutkan sekolah, mengikuti program Kejar Paket B agar punya ijazah SMP. Tapi ia mengurungkan niat. Dia memutuskan untuk bekerja saja agar bisa dapat uang untuk memenuhi kebutuhan sang anak. Saat ini seluruh kebutuhan dia dan anaknya ditanggung oleh sang ayah alias kakek anaknya.
“Nanti kalau sudah punya KTP mau cari kerja. Sekarang belum bisa,” kata Dini
Dini adalah satu di antara lebih dari 20 korban pernikahan anak yang terjadi selama kurun waktu 2016-2019 di desa itu, sebuah desa kecil di Kabupaten Bogor yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Sukabumi.
Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah dengan kasus pernikahan anak tertinggi di Jawa Barat. Jawa Barat termasuk 22 provinsi dengan angka perkawinan anak di atas rata-rata nasional. Survei Badan Pusat Statistik atau BPS 2018 bahwa sebanyak 13,3 persen perempuan di Jawa Barat usia 20-24 tahun pernah menikah pada usia di bawah 18 tahun, sedangkan di Indonesia rata-rata 11,9 persen. Artinya, 1 dari 9 perempuan di Tanah Air menikah di usia anak-anak. Indonesia saat ini tercatat sebagai negara dengan pernikahan anak tertinggi ketujuh di dunia dan kedua di ASEAN.